Dosa Tidak Pernah Bercanda, Kristus Telah Menebus Kita
“Sesungguhnya dalam kesalahan aku diperanakkan dalam dosa aku dikandung ibuku.” Mazmur 51:5.
Saya memiliki satu tempat langganan untuk menyantap nasi pecel di Surakarta. Awalnya saya kurang mengerti maksud Tuhan ketika perhatian saya selalu tertuju pada seorang anak kecil yang umurnya kira-kira 4-5 tahun di warung itu.
Suatu hari, saya melihat anak itu bermain bersama temannya. Kebetulan ibu temannya itu juga sedang ikutan makan bersama.
Anak penjual nasi pecel itu meminta jajanan kue kecil dalam mangkuk kepada ibunya. Ia ingin membagikan juga kepada teman mainnya itu. Akan tetapi ibu dari temannya tersebut justru melarangnya.
Anak dan ibu penjual nasi pecel itu sedikit memaksa sampai akhirnya diizinkan oleh ibu temannya itu untuk menerima pemberiaan kue kecil tersebut.
Saya masih memperhatikan dengan seksama peristiwa saat itu.
Ada satu kalimat yang keluar secara lantang dari mulut si anak kecil itu kepada temannya. Kurang lebih seperti ini, “Jika ibumu terus-meterus melarang kamu seperti itu, bukannya lebih baik kamu tidak usah memiliki ibu?”
Sontak perkataan anak itu mengejutkan saya. Dalam batin saya berkata begini, “Anak kecil ini, siapa yang mengajarinya untuk berpikir bahwa apapun yang menghalangi ia dan temannya untuk bisa mendapatkan sesuatu yang diinginkan, lebih baik orang tersebut disingkirkan.”
“Oke oke oke tenang, mari pikirkan perkataan itu Gung,” kata saya dalam hati mengingat nasihat anak kecil itu kepada temannya, yang dapat diartikan lain bahwa “ibu kita harus kita singkirkan.”
Mungkin kita berpikir, dia seorang anak kecil yang belum mengerti banyak hal yang ia katakan.
Ya benar, justru karena ia belum mengerti. Akan tetapi bagaimana ia dapat berkata demikian? Siapa yang mengajarinya?
Pikiran dan hati seorang anak kecil seringkali membuat sebagian orang bergembira ketika melihatnya, seolah-olah mereka tanpa dosa. Namun dalam Alkitab sudah dengan jelas mendefinisikannya, bahwa anak kecil sejak dikandungan dalam keberdosaan (bdk. Mazmur 51:5).
Kejadian di tempat penjual nasi pecel itu mengingatkan saya pada masa-masa awal pendemi. Sekitar bulan April 2020 lalu, saya merenungkan bahwa “ketika seorang anak kecil sudah dapat berpikir, ia akan mencintai apa yang dianggap indah dan menyenangkan buat dirinya.”
Pendosa Besar
Dari sejak kecil, iblis berbisik di telinga kita dikedalaman hati kita, pada hati yang sudah rusak, dan dalam hati yang mencintai diri sendiri serta dalam diri kita yang mencintai benda-benda mati. Ya termasuk pada hati yang mati.
Sejak kecil kita sudah berdosa. Kita menyukai dosa. Bahkan kita seiring berjalannya waktu sangat mencintai kehidupan kita yang berdosa. Hal ini tidak bisa dibantah oleh siapapun. Bahkan Yesaya 64:4 sangatlah jelas menyebut kepada kita (kami) dalam Alkitab.
“Demikianlah kami sekalian seperti seorang najis dan segala kesalehan kami seperti kain kotor; kami sekalian menjadi layu seperti daun dan kami lenyap oleh kejahatan kami seperti daun dilenyapkan oleh angin.” Yesaya 64:6 (TB).
Waw, kebaikan dan moralitas kita disamakan dengan kain kotor, bagaimana dengan diri kita yang adalah pendosa besar?
Sebuah realitas dalam Alkitab yang menyatakan bahwa semua orang berdosa. Ya. Anda dan saya telah berdosa.
Mari kita renungkan, bahwa tidak ada satupun yang luput dari kengerian akibat dari dosa. Kita adalah manusia-manusia berdosa. Ya, saya dan saudara-saudari.
Hal yang sangatlah mencengangkan ketika membicarakan bagaimana dosa yang menguasai dunia ini dan menerkam siapa saja, jika orang itu sedang lemah atau orang tersebut tidak secara serius mematikan dosa-dosa dalam dirinya.
Kita semua memiliki salib untuk dipikul. Perjalanan kita untuk mencintai Kristus dan setiap hari mematikan kecenderungan dosa dalam diri kita.
Hal itu menyadarkan kita bahwa eksistensi dosa tidak dapat dianggap remeh. Apalagi menjadi bahan candaan.
Penebusan dalam Kristus Yesus
Saudara-saudari, mari kita renungkan juga bahwa tidak ada di antara kita yang luput dari dosa. Dosa tidak pernah bercanda. Dosa tidak bisa kita negosiasi.
Dosa secara serius membawa kita pada penderitaan kekal. Dosa menjadikan kita budaknya terlebih dahulu, baru kemudian menjadikan kita tidak percaya kepada Allah. Lalu menjadikan diri kita penuh kebencian.
Dosa dengan tekun dan serius menghancurkan hubungan kita bersama Allah dan manusia. Dosa menggiring kepada kegelapan yang sangatlah gelap pekat. Hanya ada gertak gigi dan belatung yang tidak pernah mati.
Ini realita kehidupan kita saudara-saudariku. Tanpa Kristus.
Timothy Keller, dalam buku “Allah yang Masuk Akal” yang dikutip oleh definisielohim.org, mengatakan injil akan selalu menyatakan kesalahan kita yang kekal. Kita yang tidak mengasihi Allah. Kita sedang melakukan kesalahan yang kekal kepada Allah.
“Inti dari iman Kristen adalah kabar baik Injil yang sederhana tentang dosa dan anugerah. Kita gagal mengasihi Allah dan sesama kita. Kita sudah berdosa, dan agar Allah bisa mengampuni dosa kita, Anak Allah harus menjadi manusia dan mati menggantikan kita di atas kayu salib,” kata Timothy Keller pada halaman 109-110.
Pernahkah kita menyesali dosa-dosa kita? Pernahkah hati kita sangat hancur ketika memandang sebuah realita, seorang anak yang masih kecil dan menggemaskan namun hidupnya tidak berjumpa dengan Kristus?
Anak kecil yang saya ceritakan di atas, tidak lebih dari pada seseorang manusia yang berada tidak jauh dalam kematian dosa dan kebinasaan. Tugas kitalah untuk membawa Injil kepada mereka. Maka sangatlah penting bagi kita untuk menyadari dosa-dosa kita.
Mari kita bertobat sebagai langkah awal untuk membawakan Injil kepada manusia dunia.
Adakah kita mau mendoakan mereka yang belum menemukan Sang Terang Kristus? Adakah kerinduan kita untuk mengabarkan Injil kepada mereka?
Mari kita menyatakan keselamatan yang asalnya dari Kristus. Mari juga kita menyatakan bahwa dunia sedang mendustai mereka.
Apakah kita terlalu banyak melihat dosa orang lain sebagai sesuatu yang mengerikan, tetapi kita tidak melihat dosa kita sendiri? Jika benar demikian, maka kita perlu bertobat.
Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah. Sebab upah dosa ialah maut, maut yang telah menjalar kepada semua orang sehingga semua orang telah berbuat dosa.
Akan tetapi Allah telah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa. Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita.
Dia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah. Ia, yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang juga dibangkitkan menurut Roh.
Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman, itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. Dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus.
Kiranya damai sejahtera dari Allah Roh Kudus memberikan kepada kita damai kemampuan untuk terus memandang hanya kepada Kristus bagi kemuliaan Allah. Amin.
Agung Raditia
Penulis merupakan Mahasiswa Program Studi Guru Agama Kristen STT Inthoes, Surakarta. Berasal dari Kampung Tendiq, Kampung Suakong, Kecamatan Bentian Besar, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur.
*Renungan ini disunting dari artikel berjudul “Dosa Tidak Pernah Bercanda”, hari Kamis 11 Maret 2021 dengan izin penulis. (CP)
Discover more from HATI YANG BERTELINGA
Subscribe to get the latest posts sent to your email.