Kita Dipanggil untuk Mencintai Tuhan dan Sesama
HATIYANGBERTELINGA.COM – Cinta atau kasih adalah salah satu tema populer dalam dunia sekarang ini. Cinta itu menyentuh segala sesuatu yang ada. Cinta itu terdapat dalam hubungan kita dengan Tuhan, sesama, dan alam semesta.
Dalam kehidupan beriman kristiani, cinta menjadi fondasi kehidupan. Banyak orang yang mengungkapkan cinta kepada yang lain tanpa mengetahui makna dan defenisi dari cinta itu sendiri.
Menurut Plato, filsuf termasyur zaman Yunani kuno mengelompokkan cinta dalam tiga kata Yunani yaitu, agape, philia dan eros.
Pertama, cinta agape ialah cinta antara Allah dan manusia. Cinta ini menuntut pengorbanan diri tanpa menuntut balasan. Cinta yang tak bersyarat atau total. Ia mencakupi semua orang tanpa memandang bulu.
Kedua, cinta philia yaitu cinta atau kasih persahabatan dengan sesama saudara-saudari, teman, orang tua dan orang tua terhadap anak. Cinta philia juga adalah kasih persahabatan yang sering dipakai untuk menggambarkan kasih antara Kristus dan para murid-Nya.
Ketiga, cinta eros yaitu cinta suami istri yang penuh dengan nafsu duniawi.
Dari ketiga pengertian cinta ini, maka kita bisa membedakan cinta terhadap Tuhan dan sesama. Bacaan Injil yang telah kita dengar tentang “Hukum Cinta Kasih”.
Penginjil Markus mengisahkan bagaimana Yesus menanggapi pertanyaan dari seorang ahli Taurat tentang hukum yang paling utama. Yesus mengungkapkan bahwa hukum yang terutama yakni “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Mrk. 12: 30-31a).
Yesus memerintah kita untuk mengasihi Tuhan, Allah, dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatan. Ini artinya kasihilah Tuhan dengan segala yang kita punya. Kata kasih yang digunakan oleh Tuhan Yesus dalam bacaan ini ialah dua-duanya menggunkan kata kasih agape.
Dengan menggunakan kata agape, Yesus mau menegaskan kepada kita bahwa mencintai Tuhan dan sesama harus seperti cinta yang diberikan oleh Tuhan terhadap umat manusia. Cinta itu kekal, total, tanpa memandang bulu, rela berkorban dan tanpa menuntut balasan. Cinta itu harus sabar.
Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Korintus mengatakan “kasih itu sabar; kasih itu murah hati, ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu (1 Kor 13:4-7)”.
Mencintai Tuhan dan sesama adalah sebuah panggilan hidup. Mencintai Tuhan dan sesama merupakan sebuah keharusan yang wajib kita lakukan. Mengasihi Allah mengungkapkan kesadaran manusia akan Allah yang telah terlebih dahulu mengasihi manusia.
Cinta kasih Allah kepada umat yang senantiasa percaya dan menyerahkan diri seutuhnya. Cinta kasih merupakan pemberian terbesar Allah bagi umat-Nya.
Cinta kasih Allah mengajarkan kita untuk saling menghargai dan menghormati serta memperhatikan sesama, bukan sebaliknya menghukum dan mengadili. Sebab Allah hadir dalam sesama manusia. “Allah adalah kasih, “Deus caritas est” dan barangsiapa berada dalam kasih, dia tetap berada dalam Allah dan Allah dalam dia” (1 Yoh 4,16).
Segala sesuatu ada karena kasih Allah. Dan sebagai ungkapan terima kasih, kita harus mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatan.
St. Bernardus mengatakan bahwa alasan mengapa kita mengasihi Allah tanpa batas adalah karena Dialah segala-galanya. Kita harus mengasihi Allah karena Dialah kasih itu sendiri.
Hakikat Allah adalah kasih; Allah adalah kasih belaka bagi manusia; satu-satunya yang tersisa untuk kita lakukan ialah mengasihiNya. Itulah takdir kita – pengudusan hidup kita, yakni dengan terserap secara total oleh Allah yang adalah kasih. Sungguh ini suatu hal yang hakiki dan sekaligus sukar.
Selain mengasihi Allah, Yesus menekankan juga tentang mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri. Bagaimana kita dapat mengasihi Allah yang tak terselami, bila kita tidak dapat mengasihi sesama kita manusia?
Bila kita mengasihi Allah Pencipta, kita pun harus mengasihi ciptaan-Nya. Sebaliknya, bila kita mengasihi sesama manusia dan ciptaan lainnya, itu berarti juga kita mengasihi siapa yang menciptakannya. Kita pun mencintai Allah. Kita mengasihi diri dan sesama karena Allah sendiri. Manusia keluar menuju dirinya sendiri dan diri sesamanya dari kasih Allah, dan memandang sesamanya dari sudut pandang Allah. Kasih Allah mendorong kita untuk menjangkau orang lain, siapapun tanpa memandang bulu.
Dalam pandangan Gabriel Marcel, seorang filsuf berasal dari Prancis, menjelaskan relasi cinta aku dan engkau atau aku dengan yang lain. Dia mengatakan di antara kita tidak ada kata keakuan, keengkauan, kekamian, kekamuan tetapi yang ada hanyalah kekitaan. Dengan mengatakan kekitaan maka kita semua satu dalam cinta yang abadi. Satu hati, pikiran dan tindakan maka tidak ada kebencian. Hidup hanya mencintai.
Dia juga mengatakan bahwa cinta masuk ke dalam diri manusia seperti sebuah panggilan, cinta memanggil manusia untuk mencintai orang lain. Cinta merupakan sebuah pengalaman konkret dan personal yang hanya dapat dirasakan dan dipahami oleh orang yang terlibat di dalamnya, orang yang dicintai dan orang yang mencintai. Mencintai mengandung makna kesinambungan bahwa mencintai adalah suatu proses yang terus berlangsung dan tak pernah berhenti. Saya mencintai kamu berarti saya mencintai kamu sepanjang waktu, dan disepanjang waktu itu pula lah saya tidak akan pernah berhenti mencintaimu. Cinta itu abadi.
Gabriel Marcel mengatakan bahwa mencintai berarti mengatakan “kamu tidak akan mati” artinya, meskipun orang yang kita cintai telah meninggal, ia akan tetap ada, di cintai dalam hati kita. Memandang cinta sebagai sebagai fakta berarti kita melihat cinta sebagai problem karena jika kita hanya mencintai karena apa yang kelihatan, dia ganteng, dia kaya, dia cantik, dia sexy, dan lain-lain. Maka jika kegantengan, kekayaan, kecantikan itu hilang maka cintapun ikut lenyap. Sedangkan apabila cinta dipahami sebagai suatu aktivitas eksistensial, cinta akan menjadi misteri. Kita mencintai dengan hati, mencintai dari kekurangan, selalu hadir, terbuka, bersedia untuk selalu setia.
Gabriel Marcel juga merefleksikan relasi personalnya dengan Tuhan, yaitu relasi aku-Tuhan. Menurut Marcel, hanya cinta Allahlah yang sempurna dan sungguh kreatif. Cinta itulah yang membuat diriku mulai berada sebagai person. Allah memanggil aku dengan namaku. Allah selalu menghimbau aku untuk selalu mencintai Dia. Cintailah Allah dan taatilah perintah-perintah-Nya.
Paus Benediktus XVI, dalam Ensiklik Deus Caritas Est mengatakan bahwa kasih Tuhan dan kasih sesama telah menyatu dalam diri saudara-saudari yang terkecil, kita jumpai Yesus sendiri, dan dalam Yesus kita berjumpa dengan Tuhan. Jadi, kasih sesama dapat membawa kita kepada suatu perjumpaan dengan Tuhan; sesama menjadi seakan-akan pengganti Tuhan yang tak terlihat oleh kita.
“Jika ada yang berkata, ‘Aku mengasihi Tuhan’, namun ia membenci saudaranya, dia itu pendusta; karena dia yang tidak mengasihi saudaranya yang ia lihat, tak dapat pula mengasihi Tuhan yang tidak ia lihat. Siapapun mengasihi Tuhan haruslah juga mengasihi saudaranya” (I Yoh. 4:20-21).
Dia juga mengatakan “barangsiapa yang mau menghapus cinta (kasih), mulai menghapus manusia sebagai manusia.” Dengan demikian, mencintai adalah kodrat manusia. “Amo Ergo Sum – Aku Mencintai, Karena itu Aku Ada.” “Kita diciptakan untuk mencintai”.
Renungan ini sebelumnya disampaikan oleh RP Peter Nabur, MSSCC pada saat Persekutuan Doa Online PDPKK Santa Clara, Rabu 10 Februari 2021. Tema ini dimuat kembali hatiyangbertelinga.com bertepatan dengan hari Kasih Sayang 14 Februari 2021.
Discover more from HATI YANG BERTELINGA
Subscribe to get the latest posts sent to your email.
1 thought on “Kita Dipanggil untuk Mencintai Tuhan dan Sesama”
Comments are closed.