Cinta Kasih Tuhan Mentahirkan Keluarga

Matius 8:2 Maka datanglah seorang yang sakit kusta kepada-Nya, lalu sujud menyembah Dia dan berkata: “Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku.”
Sejak sepekan lalu istri saya mulai batuk-batuk. Saya awalnya sempat biasa-biasa saja dengan batuknya yang sesekali itu.
Pada hari Selasa malam (15 Juni 2021) saya pun mengantarkan istri ke Bidan untuk mendapatkan obat batuk. Lalu oleh bidan diberikan vitamin dan beberapa obat untuk mual, flu, dan batuknya.
Istri saya mengatakan bidan sempat memperdengarkan suara detak jantung janinnya. Menurut bidan, bunyi detak jantung janin kami cukup cepat antara 140-150 kali per menit (bpm) karena ibunya sedang sakit.
Malam itu kami sedikit tenang karena mengetahui kondisi dari buah hati kami yang baru 13 Mingguan itu.
Esok harinya, Rabu (16 Juni 2021) istri saya kembali ke kantor. Hari itu, dia mengabarkan bahwa ada rekan kantornya yang terdeteksi infeksi virus corona.
Saya menjadi curiga dengan batuk yang dialami istri saya. Namun belum dapat dipastikan batuknya apakah karena COVID atau bukan karena belum ada pemeriksaan swab antigen.
Akan tetapi dalam beberapa hari terakhir tersebut, istri saya mengaku mulai hilang rasa penciumannya. Dia juga mengaku makanannya tidak ada rasanya seperti hambar.
Hari Kamis, 17 Juni 2021, seperti biasa istri saya masih pergi bekerja. Namun pada sore harinya ketika saya menjemputnya, istri saya mengatakan bahwa rekan kerjanya bertambah lagi yang terjangkit COVID.
Istri saya terlihat cemas, tidak bersemangat meskipun kantornya meliburkan karyawannya untuk bekerja di rumah (Work From Home/WFH) pada hari Jumat (18 Juni 2021).
Kamis malam itu istri saya mulai sering batuk-batuk dan semakin tidak enak badan. Saya pun memeriksa suhu tubuhnya menggunakan thermometer raksa yang menunjukkan 38 derajat lebih.
Malam itu saya takut istri saya mengalami masalah gangguan fisik yang berdampak pada janinnya. Saya pun meminta istri untuk segera meminum vitamin dan obat-obatnya dari dokter dan bidan.
Malam Jumat itu hingga Jumat pagi merupakan masa sulit bagi istri saya karena mengalami demam tinggi panasnya. Dia pun pada dini hari mengambil air dingin dari kulkas untuk mengompres kain di kepalanya.
Saya yang masih terkantuk-kantuk membantu dia mengompres kain dengan air dingin hingga menjelang subuh Jumat itu. Puji Tuhan demam istri saya kembali turun. Badannya tidak panas tinggi lagi.
Menjelang siang, saya mendapat kabar dari istri bahwa kantornya memintanya segera swab antigen. Namun dia belum dapat pergi ke rumah sakit karena masih belum fit betul.
Pada esok harinya, Sabtu, 19 Juni 2021, saya menemani istri ke rumah sakit di Bekasi untuk melakukan swab antigen sekitar pukul 14.00 WIB.
Setelah tiba di rumah sekitar pukul 16.30 WIB, istri saya tiba-tiba menangis. Saya sempat melihat air matanya mengalir di pipinya saat duduk di pinggiran kasur.
Dia mengatakan bahwa hasil swab antigennya terdeteksi/positif, menunjukkan adanya virus SARS Cov-2. Saya terkejut, syok agak lemas. Namun mencoba tegar di hadapan istri saya.
Sebelumnya, saat mengetahui kehamilannya pada 15 April 2021, istri saya juga menangis. Tapi waktu itu dia terlihat menangis bahagia.
Namun Sabtu sore itu sangat berbeda saat dia menangis dalam kesedihan karena mengetahui dirinya positif COVID. Saya mencoba menghiburnya, menguatkannya bahwa dia akan sehat dan sembuh kembali.
Sejak Sabtu sore itu, saya sebenarnya tidak dapat menahan kepanikan karena memikirkan janin di rahimnya. Istri saya juga masih sedih memikirkan janinnya.
Saya sempat menginformasikan kepada orang kantor saya bahwa istri saya terkonfirmasi positif melalui hasil swab antigen. Saya pun memohon bantuan dan dukungan doa untuk istri saya.
Hingga pukul 18.00 WIB istri saya masih menangis sedih. Kami pun memutuskan pergi lagi ke bidan untuk USG malam itu juga tanpa melepas masker.
Puji Tuhan, buah cinta kami masih bernyawa meskipun detak jantung janinnya terdengar sangat cepat.
Istri saya kemudian diberikan obat batuk tambahan dan vitamin C. Malam itu juga saya dan istri kemudian membeli keperluan untuk beberapa hari seperti sayur dan buah-buahan.
Kami memutuskan melakukan isolasi mandiri (isoman) di rumah. Kami menyadari kalau isoman di rumah sakit biayanya begitu mahal. Apalagi akhir-akhir ini informasi yang kami ketahui bahwa sejumlah rumah sakit penuh dengan lonjakan kasus COVID.
Hari demi hari kami lewati dengan baik dalam kasih Tuhan. Meskipun pengeluaran biaya untuk kebutuhan isoman juga tidak sedikit seperti membeli suplemen vitamin, buah-buahan dan makanan sehari-hari.
Namun demikian, kami mengimani bahwa Tuhan tetap menyertai kami, mencukupi segala kebutuhan kami hari demi hari.
Seminggu telah berlalu. Istri saya cukup baikan. Suhu tubuhnya setiap hari menunjukkan kurang lebih 37 derajat.
Namun demikian, saya masih takut dan cemas sewaktu-waktu. Saya selalu menanyakan apakah dadanya sesak? apakah nyeri? susah bernapas?
Puji Tuhan istri saya tidak mengeluhkan kesulitan dalam pernapasan pada paru-parunya. Hanya saja dia masih batuk sesekali. Kemudian lidah dan penciumannya masih belum dapat dirasakan.
Pada hari Selasa, 22 Juni 2021, istri saya mengeluh tidak enak pada lambungnya. Dia juga kesulitan makan seharian itu karena mual saat mau makan.
Pada malam itu, saya mengantarkan istri pergi berobat ke dokter rumah sakit swasta dekat rumah. Dia pun diberikan obat untuk lambung dan mualnya.
Selama seminggu di rumah, Puji Tuhan saya pribadi masih cukup sehat. Mungkin karena saya sebelumnya telah mendapatkan vaksinasi COVID pada Februari dan Maret 2021.
Memang bukan jaminan saya bebas dari sakit COVID, tapi saya masih bersyukur dapat menemani istri dan buah hati kami saat isoman.
Para sahabat terkasih,
Saya sendiri menyadari bahwa berinteraksi dengan istri yang terjangkit positif virus SARS Cov-2 bukan berarti saya tidak terjangkit COVID.
Kadang muncul perasaan menyesal, waktu itu saya mendapat vaksinasi, kenapa juga saya tidak mendaftarkan istri saya bersama-sama divaksinasi.
Tuhan, bagaimana keadaan saya? Bagaimana dengan keadaan istri dan buah hati kami dalam rahimnya?
Demikian banyaknya pertanyaan saya kepada Tuhan. Saya terus merefleksikan kasih Tuhan hari demi hari sejak mengetahui istri saya sakit itu.
Bacaan Liturgi, Jumat, 25 Juni 2021, Pekan Biasa XII dari Matius 8:1-4 seperti menjadi satu bagian jawaban, dari sekian banyak jawaban bentuk cinta kasih Tuhan yang menyapa saya dan keluarga kecil saya selama isoman di rumah.
“Tuhan, jika Tuhan mau, Tuhan dapat mentahirkan, menyembuhkan dan memulihkan aku, istri dan buah hati kami,” demikian wujud permintaan doa kami kepada Tuhan saat isolasi mandiri.
Saya meyakini bahwa Tuhan Yesus juga mengulurkan tangan-Nya, menjamah istri dan buah hati kami dan berkata: “Aku mau, jadilah engkau tahir.”
Saya percaya dalam setiap proses pemulihan istri saya karena juga dukungan doa dari keluarga dan kolega kami. Saya pribadi sangat bersyukur bahwa cinta kasih Tuhan masih menyertai kami hingga detik ini dan seterusnya.
Memang, dalam bacaan injil Jumat ini konteksnya tentang seorang kusta yang disembuhkan Yesus. Kus·ta (KBBI) penyakit menahun yang menyerang kulit dan saraf, yang secara perlahan-lahan menyebabkan kerusakan pada anggota tubuh (lepra).
Namun dalam konteks refleksi ini saya menyadari bahwa baik penyakit kusta maupun virus corona masih dihadapi masyarakat dunia saat ini, termasuk istri saya yang terinfeksi COVID.
Saya menyadari, bahwa banyak orang yang mengalami kesembuhan dan ada pula yang meninggal dunia akibat virus corona. Namun demikian, saya pribadi menyakini tanpa bantuan pertolongan dari Tuhan, niscaya kami akan semakin menderita, kurang bersemangat, dan semakin terpuruk oleh adanya sakit penyakit tersebut.
Saya mengakui, penyakit yang sedang kami hadapi masihlah ringan, belum seberapa beratnya ketimbang dengan sakit yang diderita Yesus dalam penyaliban akibat dosa-dosa kami.
Kami percaya bahwa Yesus masih menyertai hidup kami dan semua manusia di bumi ini. Kami percaya Yesus dapat menyembuhkan segala penyakit.
Kami akui bila memikirkan orang-orang yang sudah meninggal karena virus corona, kami menjadi takut, cemas dan stres. Akan tetapi kami lebih percaya kepada Tuhan, karena Dia menyelamatkan mereka yang telah meninggal dunia.
Para sahabat terkasih,
Banyak buah-buah rohani dan nilai-nilai kehidupan berkeluarga yang kami petik dari pengalaman sakitnya istri saya. Seraya dalam pemulihannya dari waktu ke waktu, kami percaya Tuhan menyertai kami. Tuhan masih mengasihi kami.
Kami menyadari perhatian dan kasih sayang antara kami bertiga (dengan janin kami) semakin dikuatkan, diteguhkan oleh Tuhan selama berada di rumah. Pengalaman beberapa hari terakhir ini menguatkan juga iman kami, bahwa Tuhan masih ada, Tuhan memberikan yang terbaik bagi kami sekeluarga.
Dalam kesempatan ini, kami berdoa bagi mereka yang sedang mengalami sakit COVID semoga Tuhan menyembuhkan mereka semua. Semoga mereka mendapatkan pertolongan Tuhan melalui tindakan medis dan obat-obatannya. Semoga mereka memiliki semangat hidup untuk sembuh, pulih, dan sehat kembali.
Bersamaan dengan refleksi ini, kami juga berdoa bagi mereka yang telah lebih dulu berpulang ke hadirat Tuhan, termasuk bagi mereka yang meninggal akibat virus corona, semoga belas kasih Tuhan menyertai jiwa dan roh mereka dalam keabadian kekal di surga.
Bila Tuhan melarang kami “memberitahukan hal ini kepada siapapun,” maka dalam kesempatan refleksi ini kami tidak dapat menahan diri untuk memberitahukannya. Sebab kami memberitahukan ini kepada para sahabat terkasih karena begitu besar cinta kasih Tuhan masih boleh kami alami hingga detik ini.
Kami percaya Tuhan mencurahkan cinta kasih-Nya kepada setiap keluarga. Tuhan memberikan yang terbaik bagi setiap keluarga.
Bila Tuhan meminta kami untuk “pergi, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan persembahkanlah persembahan yang diperintahkan Musa, sebagai bukti bagi mereka.” Maka melalui refleksi ini kami mempersembahkan kesaksian iman kami sebagai satu di antara sekian banyak persembahan syukur dan terima kasih kami kepada Tuhan Yesus.
Kami meyakini bahwa cinta kasih Tuhan mentahirkan setiap keluarga, termasuk keluarga kami. Semoga pada swab antigen berikutnya, saya dan istri mendapatkan hasil yang baik, sehat, dan dapat beraktivitas dengan normal kembali.
+Dimuliakanlah Tuhan, detik ini dan selama-selamanya. Amin.+
Refleksi Awam edisi Keluarga oleh SY Melki SP
Jumat, 25 Juni 2021, Pekan Biasa XII (H). St. Guluelmus; Sta. Febronia
5 thoughts on “Cinta Kasih Tuhan Mentahirkan Keluarga”