Percaya Yesus Bukan Legalisme
Jawab Yesus kepada mereka: “Inilah pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah.” (Yohanes 6:29)
Saya telah tiga bulan lebih melakukan pekerjaan bisnis sebagai dropshipper.
Dropshipper tidak menyimpan stok barang, jadi jika dropshipper mendapatkan order/pesanan, saya akan langsung meneruskan order dan detail pengiriman barangnya ke pemasok/supplier yang menjual barang tersebut.
Dalam pekerjaan yang saya geluti itu, kepercayaan menjadi salah satu nilai yang mesti dipegang teguh antara saya dengan partner bisnis.
Ketika kolega bisnis saya mempercayakan produk-produknya dipromosikan oleh saya, mereka juga sebaliknya memberikan kepercayaan kepada saya yang mesti dijunjung tinggi dengan jujur dalam pekerjaan bisnis itu.
Ketika orang banyak menemukan Yesus di seberang laut Tiberias, Yesus berkata kepada mereka: “Inilah pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah.”
Kerja dapat diartikan dari etimologi Sanskerta कार्य kārya yaitu ‘perbuatan, tindakan, urusan, pekerjaan, fungsi’. Sedangkan pekerjaan diartikan barang apa yang dilakukan (diperbuat, dikerjakan, dan sebagainya); tugas kewajiban; hasil bekerja; perbuatan.
Dalam refleksi ini, pekerjaan dipahami sebagai tugas kewajiban dalam perbuataan dan iman dengan percaya kepada Yesus yang diutus Allah.
Para sahabat terkasih, saya pribadi percaya kepada Yesus yang diutus Allah. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia. (Lihat Yohanes 3:17)
Menurut YLSA, kata “percaya” (Yun. pisteuousin dari pisteuo) mengandung tiga unsur utama:
(1) keyakinan yang kokoh bahwa Yesus Kristus adalah Anak Allah dan satu-satunya Juruselamat umat manusia yang hilang (Mrk 1:1; 1 Luk 19:10).
(2) persekutuan yang menyangkal diri dan ketaatan kepada Kristus (bdk Yoh 15:1-10; lihat Yoh 14:21).
(3) kepercayaan penuh di dalam Kristus bahwa Ia mampu dan bersedia menuntun kita hingga keselamatan kekal dan persekutuan dengan Allah di surga. (bdk. Luk 9:23-25, lihat Rom 5:21).
Lalu bagaimana dengan orang yang tidak percaya dengan perbuatan dan iman kepada Yesus?
Yesus mengatakan “jikalau seorang mendengar perkataan-Ku, tetapi tidak melakukannya, Aku tidak menjadi hakimnya, sebab Aku datang bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya.” (Yohanes 12:47)
Para sahabat terkasih, menaati perintah-perintah Kristus bukan merupakan suatu pilihan bagi mereka yang mengingini hidup kekal (Yoh 3:36; 14:21,23; 15:8-10,13-14; Luk 6:46-49; Yak 1:22; 2Pet 1:5-11; 1Yoh 2:3-6).
Ketaatan kepada Kristus, sekalipun tidak pernah sempurna, seharusnya bersifat sungguh-sungguh. Ketaatan merupakan aspek hakiki dari iman yang menyelamatkan, yang timbul dari kasih kita bagi-Nya (ayat Yoh 14:15,21,23-24).
Saya setuju bahwa tanpa kasih kepada Kristus, semua usaha kita untuk menaati perintah-Nya hanya merupakan legalisme. Legalisme ialah menempatkan peraturan-peraturan di atas Allah dan keperluan-keperluan manusia.
Kepada orang yang mengasihi Kristus serta berusaha untuk senantiasa menaati perintah-Nya, Kristus menjanjikan kasih yang khusus, kasih karunia, dan kehadiran-Nya yang mendalam (bdk Yoh 14:23).
Para sahabat terkasih, dalam refleksi ini saya diajak bukan hanya untuk percaya Yesus, tetapi melakukan kehendak-Nya.
Sungguh-sungguhkah saya percaya Yesus? Ataukah hanya legalisme menaati perintah-Nya?
_+Terpujilah Engkau Allah Tritunggal Maha Kudus. Kami bersyukur untuk cinta kasih-Mu yang masih tercurah hingga detik ini. Tuhan, utuslah kami untuk melalukan pekerjaan Allah dengan mengasihi sesama kami, semakin terlibat, dan menjadi berkat dalam hidup kami setiap waktunya. Dalam kasih-Mu, Yesus, kami memuji dan memuliakan Allah sekarang dan selama-lamanya. Amin.+_
Refleksi Awam, 19 April 2021, Senin, Pekan Paskah III (P). St. Leo IX, Paus
@Bekasi Utara, SY Melki S Pangaribuan
Discover more from HATI YANG BERTELINGA
Subscribe to get the latest posts sent to your email.