Viral Buku Sejarah SMP Sebut Katolik Roma Bagian Gereja Nestorian, Pastor Kopong MSF: Sesat dan Salah Besar
HATIYANGBERTELINGA.COM – Beberapa hari ini, media sosial diramaikan oleh banyaknya postingan terkait isi dari Buku Siswa Sejarah Gereja Kelas VII untuk Sekolah Menengah Pertama Teologi Kristen yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen, Dikrektorat Pendidikan Kristen, Kementerian Agama Republik Indonesia.
Pada halaman 24 buku tersebut dituliskan bahwa Gereja Katolik Roma merupakan bagian dari Gereja Nestorian.
RP Yohanes Kopong Tuan MSF menilai buku yang menjadi polemik dan viral tersebut adalah sesat dan salah besar sebagai sebuah buku pegangan bagi para siswa dan juga buku pengajaran bahkan sebagai buku sejarah Gereja.
“Jelas bahwa isi dari tulisan sebagaimana tercantum dalam halaman 24 terkait Gereja Katolik Roma adalah sesat dan salah besar,” tulis Pater Kopong MSF dalam surat terbukanya melalui akun facebooknya seperti dikutip hatiyangbertelinga.com, hari Selasa (2/3/2021).
Menurut Misionaris yang telah bertugas di Pilipina sejak 2016 itu, isi dari buku Sejarah Gereja itu adalah sesat dan salah besar karena Gereja Katolik Roma tidak berafiliasi atau tidak merupakan bagian dari gereja lain manapun.
Pater Kopong menjelaskan, istilah Gereja “Katolik” sudah ada sejak abad awal, walau pertama kali diresmikan pada tahun 107 ketika Santo Ignatius dari Antiokhia menjelaskan dalam suratnya kepada jemaat di Syrma 8, untuk menyatakan Gereja Katolik sebagai Gereja satu-satunya yang didirikan Yesus, untuk membedakan umat Kristen dari para heretik pada saat itu yang menolak bahwa Yesus adalah Allah yang sungguh-sungguh menjelma menjadi manusia, yaitu heresi/ bidaah Docetism dan Gnosticism.
Nah Gereja Katolik yang dimaksud di sini, kata Pater Kopong, adalah Gereja Katolik yang mengakui otoritas uskup Roma, sebagai penerus Rasul Petrus. (Bdk. katolisitas.org).
“Dengan demikian ketika menjelaskan bahwa gereja Nestorian meliputi yang salah satunya adalah Gereja Katolik Roma, itu adalah sebuah kesalahan besar dan sesat karena Gereja Nestorian yang pengikutnya adalah para pengikut ajaran Nestorius,” kata Pastor Paroki Kristus Raja, Keuskupan Novaliches-Quezon City-Metro Manila itu.
Pater Kopong menjelaskan, Nestorius sendiri merupakan seorang Uskup dari Konstantinopel dinyatakan sesat dan bidaah oleh Gereja Katolik Roma dalam Konsili Efesus (431) dan Konsili Kalsedon (451).
Santo Sirilius dari Alexanderia (370) sangat berperan besar dalam melawan pengajaran sesat Nestorius terkait Yesus Kristus yang memiliki dua (2) kodrat dan dua (2) pribadi yaitu Allah dan manusia.
Pengajaran Nestorius juga memandang Maria sebagai Bunda Kristus (Christotokos) dan bukan sebagai Bunda Allah (Theotokos) karena Yesus dilahirkan Bunda Maria adalah sebagai manusia biasa (bdk. hidupkatolik.com, katolikindonesia.com dan mirifica.net)
Pastor asal Adonara-Flores Timur itu mengatakan dari fakta sejarah ini menunjukkan dengan jelas bahwa Gereja Katolik Roma adalah satu-satunya Gereja yang berdiri sendiri tanpa pernah menjadi bagian dari gereja Nestorian.
“Bagaimana mungkin Gereja Katolik Roma yang mengutuk dan menyatakan sesat serta bidaah ajaran Nestorius berbalik arah menjadi bagian dari gereja Nestorian?” tanyanya.
Dalam surat terbukanya yang tidak mewakili lembaga resmi Gereja Katolik Indonesia (Konferensi Wali Gereja Indonesia/KWI), Pater Kopong meminta kepada pihak terkait agar menarik dan merevisi kembali buku pengajaran tersebut bahwa Gereja Katolik Roma tidak pernah menjadi bagian dari gereja Nestorian.
Pater Kopong yang mengaku tidak mengatasnamakan seluruh umat Katolik Indonesia meminta kepada penulis, editor dan penerbit agar mengedepankan kebenaran fakta sejarah dalam menuliskan sejarah agama dan gereja lain.
“Jika hal-hal yang berhubungan dengan gereja atau agama lain sebaiknya menggunakan sumber yang jelas dan benar atau minimal bertanya kepada pihak atau otoritas agama tersebut. Karena di dalam buku itu ditulis Gereja Katolik Roma, maka pihak yang bisa menjadi sumber yang tepat dan benar adalah KWI,” kata Pater Kopong.
Pater Kopong berharap segala hal yang diajarkan dan dipelajari adalah untuk mencapai sebuah kebenaran berdasarkan fakta sejarah serta demi kebaikan bersama dan tidak menjadi jalan penyesatan bagi para siswa.
“Surat saya ini merupakan surat pribadi yang mengatasnamakan pribadi saya sebagai seorang umat Katolik dan juga sebagai seorang imam dalam Gereja Katolik Roma,” kata Pater Kopong.
Surat terbuka Pater Kopong ditujukan kepada Menteri Agama Republik Indonesia, Menteri Pendidikan Republik Indonesia, Dirjen Bimas Kristen Republik Indonesia, Persekutuan Gereja Indonesia (PGI), Yayasan, Kepala Sekolah dan Seluruh Guru Agama Kristen Sekolah Menengah Pertama Teologi Kristen, serta penulis dan editor Buku Siswa Sejarah Gereja Kelas VII Untuk Sekolah Menengah Pertama Teologi Kristen.
Pater Kopong MSF telah mengizinkan surat terbukanya untuk dimuat hatiyangbertelinga.com.
Sementara itu hatiyangbertelinga.com sudah mengontak Bimas Kristen, PGI, dan pihak-pihak terkait untuk dimintai keterangannya, namun hingga artikel ini dipublikasikan belum mendapatkan jawaban.
Tak Perlu Tanggapi Berlebihan
Sebelumnya dalam kasus yang berbeda, namun masih berkaitan dengan buku pelajaran di sekolah. Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menilai tidak perlu berlebihan dalam menyikapi buku pelajaran Agama Islam dan Budi Pekerti bagi siswa kelas 8 SMP dan kelas 11 SMA yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Tahun 2014 yang dinilai menyinggung agama lain.
Hal itu disampaikan PGI, melalui website resminya, pgi.or.id, pada 26 Februari 2021 dengan judul: “Tak Perlu Tanggapi Berlebihan Soal Buku Pelajaran Agama yang Menyinggung Agama Lain.”
Meski hal itu sangat menyayangkan terbitnya buku pelajaran ini, kata PGI, namun tak perlu ditanggapi berlebihan.
“Ini adalah mata pelajaran agama Islam. Dan tentu saja isinya adalah pemahaman dan ajaran Islam, termasuk mengenai agama Kristen dan Injil. Lalu bagaimana kita menanggapinya? Ya, tidak perlu ditanggapi. Tugas kita adalah memberikan informasi autentik tentang ajaran Kristen kepada murid-murid Kristen, bukan menggugat isi pengajaran agama yang lain,” kata Pdt Gomar Gultom, Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI).
Pdt Gomar menambahkan, sangat berharap pelajaran agama di sekolah lebih mengutamakan pelajaran budi pekerti dan nilai-nilai universal dari agama.
“Pelajaran agama yang dogmatis di ruang publik hanya akan menciptakan segregasi, bahkan bisa menciptakan permusuhan. Itu sebabnya, pendidikan agama dalam bentuk ajaran/dogma sebaiknya dilakukan di ruang privat (keluarga dan rumah ibadah) dan tidak di sekolah. Ini menjadi PRnya Menteri Agama dan Menteri Pendidikan untuk membenahinya,” katanya.
Lebih dalam Ketum PGI memberi perhatian jika pendidikan seperti selama ini dijalankan, di mana negara menyusun kurikulum pendidikan agama dengan memasukkan dogma/ajaran agama maka negara telah ikut berteologi, sesuatu yang sangat absurd.
“Mestinya cukuplah negara mendasarkan diri pada konstitusi dengan tafsir hukumnya dan tidak memasuki ranah teologi yang memiliki ragam mashab atau denominasi,” katanya.
Untuk hal ini secara khusus PGI telah menyurati Menteri Agama agar ditindaklanjuti. Di tengah upaya kita membangun kerukunan, memang hal-hal seperti pelajaran agama ini menjadi ganjalan serius. Antara agama Kristen dan Islam memang terdapat titik temu dan titik tengkar yang cukup banyak, dan kalau tidak hati-hati mengelolanya bisa membuyarkan usaha menuju kerukunan tersebut.
“Terkait dengan ini, Sekum PGI telah menyampaikan ke Menteri Agama beserta dengan copy pdf buku-buku tersebut. Oleh Menag sudah diinstruksikan ke stafnya untuk segera berkordinasi dengan pihak Kemendikbud untuk mengkaji materi dari buku-buku ini bila ternyata masih digunakan,” kata Pdt Gomar.
Discover more from HATI YANG BERTELINGA
Subscribe to get the latest posts sent to your email.