
Hosea 14:2-10, Markus 12:28-34
Shalom,
Seorang ahli Taurat yang kagum dengan jawaban Kristus terhadap orang Saduki tentang kehidupan kekal, datang kepada Kristus dan bertanya: ‘Hukum manakah (dari hukum Taurat) yang paling utama?’
Saat itu berlaku 613 hukum yang bersumber dari kitab Taurat. Selain itu ada ratusan peraturan-peraturan tambahan yang dibuat ahli-ahli Taurat yang bertujuan agar hukum Taurat dapat dilaksanakan sesuai dengan yang tertulis.
Lihat juga: Ada Kuasa Allah dalam Kata-kataNya
Dengan begitu tidak heran orang menjadi bingung dan sangat terbeban dengan banyaknya hukum-hukum itu dan tidak tahu lagi sebenarnya yang mana yang harus diutamakan dan apa tujuan sebenarnya.
Kristus menjawab pertanyaan itu dengan menggabungkan dua perintah kasih yang tertulis dalam Taurat.
‘Dengarlah, hai orang Israel: Tuhan itu Allah kita, Tuhan yang Esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu’ (Ulangan 6:4-5) dan ‘Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri’ (Imamat 19:18).
Lihat juga: Dia Harus Makin Besar
Penggabungan hukum seperti ini belum pernah diajarkan para nabi dan ahli-ahli Taurat.
Kristus memulai penggabungan itu dengan mengingatkan bahwa Allah hanya satu (Esa) sehingga jangan mendengarkan ajaran-ajaran lain yang bukan berasal dari Allah.
Karena itu Kristus juga tidak mau terikat dengan peraturan-peraturan tambahan.
Lihat juga: Semangat Iman yang Baru
Orang-orang Israel juga perlu menyadari bahwa Allahlah yang mengasihi mereka lebih dulu, bukan mereka yang mengasihi Allah lebih dulu.
Kasih itu diwujudkan Allah dengan memberi petunjuk-petunjuk bagaimana dapat hidup berbahagia, baik di dunia yang fana maupun di alam kekal.
Jadi hukum-hukum Allah bukan untuk mengekang kebebasan, tetapi justru membimbing untuk mendapat kedamaian dan kebahagiaan.
Lihat juga: Menjadi Saksi Kehadiran Kristus
Bandingkan dengan banyaknya peraturan-peraturan berlalu lintas di jalan.
Peraturan-peraturan itu dibuat untuk menjaga keselamatan dan menghantar setiap orang ketempat tujuan dengan selamat, meskipun memang mengurangi kebebasan berkendaraan.
Lihat juga: Hidup dalam Kasih Allah
Saat kerajaan Israel Utara mengalami keruntuhan, Allah mengutus nabi Hosea untuk mengingatkan bahwa Allah tidak mau berpihak lagi kepada mereka karena mereka tidak setia kepadaNya.
Mereka menyembah patung-patung berhala dan menjadikannya sebagai allah-allah mereka.
Karena itu Allah berfirman: ‘Bertobatlah, hai Israel, kepada Tuhan, Allahmu sebab engkau telah tergelincir karena kesalahanmu’ (Hosea 14:2).
Lihat juga: Bersujud di Hadapan Kristus
Allah ingin mereka sadar, janganlah mengandalkan perlindungan dari bangsa-bangsa ‘kafir’ lain seperti bangsa Asyur. Jangan mengandalkan kekuatan manusia dan jangan menyembah patung-patung yang dibuat tangan mereka sendiri.
Bersandarlah kepada Allah yang mencintai orang yang percaya dan bergantung kepadaNya (Hosea 14:4).
Lihat juga: Menghayati Mujizat Allah
Mereka dapat mengandalkan Allah yang dengan kuasaNya dapat mengalahkan siapapun dan apapun juga.
Mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa dan kekuatan, berarti mau berserah diri dipimpin agar selalu berjalan di jalanNya.
Mengasihi Allah haruslah merupakan keputusan hati, suatu komitment sehingga tidak bergantung pada situasi kondisi yang sedang dihadapi dan terlepas dari mengerti atau tidak.
Lihat juga: Kasih Mengatasi Badai
Perintah yang kedua, yaitu untuk mengasihi sesama, bukan didasarkan atas sikap atau perbuatan orang tersebut kepada kita tetapi atas dasar kasih Allah kepada kita yang telah terlebih dulu dicurahkanNya.
Adanya kata ‘seperti dirimu sendiri’ sesungguhnya hanya untuk dijadikan ukuran praktis yang mudah dimengerti.
Jadi bukan merupakan dasar kasih kepada sesama.
Lihat juga: Kasih Yang Menyelamatkan
Dasarnya adalah kesadaran ingin membalas kasih Allah.
Mengasihi sesama seperti diri sendiri, jangan hanya diartikan dari sisi pasif yaitu tidak melakukan hal-hal yang tidak ingin orang perbuat kepada kita saja.
Kasih harus menjadi pendorong bagi kita untuk melakukan apa yang kita inginkan orang lain lakukan kepada kita, khususnya pada saat berada dalam keadaan lemah, membutuhkan pertolongan atau dalam kesendirian.
Lihat juga: Kristus Menggenapi Hukum Taurat
Ahli Taurat itu kembali terkagum-kagum dengan jawaban Kristus. Dia memahami apa yang disampaikanNya.
Karena itu dia menyimpulkan bahwa kasih kepada Allah dan sesama, jauh lebih berarti dari segala korban bakaran dan sembelihan.
Lihat juga: Ragi Orang Farisi dan Herodes
Hal ini berbeda dengan keyakinan orang-orang Farisi bahwa besarnya kasih kepada Allah harus diwujudkan dengan besarnya persembahan yang diberikan.
Atas tanggapan ahli Taurat itu, Kristus mengatakan: ‘Engkau tidak jauh dari kerajaan Allah’.
Artinya dia sudah mempunyai pengertian yang benar.
Tetapi untuk dapat masuk ke dalam kerajaan Allah, untuk mengalami kebahagiaan sejati, dia harus melakukannya.
Lihat juga: Sahabat Sejati
Semua orang menginginkan kehidupan yang damai dan berbahagia. Tetapi banyak orang keliru di dalam pemahaman tentang makna kebahagiaan dan usaha untuk mencapainya.
Kita sering berpikir kebahagiaan tercapai kalau memiliki banyak uang, punya kuasa dan dihormati banyak orang.
Lihat juga: Dalam Sohib Jesus: Gue Bahagia Difitnahin Segala yang Jahat
Gambaran kebahagiaan seperti itu adalah imajinasi yang kita buat sendiri, sama seperti orang-orang Israel yang membuat patung-patung kemudian berimajinasi bahwa patung-patung itu kalau disembah dapat memberi apa yang dikehendaki!
Kebahagiaan dan kedamaian akan kita alami hanya kalau relasi kita dengan Allah dan sesama penuh dengan kasih seperti yang diajarkan Kristus, sehingga kita berani meninggalkan kepentingan diri sendiri.
Semoga kita sungguh dimampukan untuk menghayati ajaran kasih Kristus ini dan mau berusaha melakukannya dengan sepenuh hati, agar kita sungguh dapat masuk dan bukan hanya ‘tidak jauh’ dari kerajaan Allah.
Tuhan memberkati kita.
Lihat juga: Prapaskah Bersama St. Fransiskus Assisi: Kerajaan Allah Ada di Sini
Discover more from HATI YANG BERTELINGA
Subscribe to get the latest posts sent to your email.